welcome.. welcome..


WELCOME

Jumat, 27 Mei 2011

Seberapa bermanfaatkah bimbingan pengisian waktu luang dari segi kebutuhan sosial?

Seberapa bermanfaatkah bimbingan pengisian waktu luang dari segi kebutuhan sosial?
Pengisian waktu luang tidak hanya bermanfaat bagi pelakunya sendiri, tetapi juga mempunyai fungsi dari segi kebutuhan sosial. Fungsi – fungsi tersebut antara lain:

0   Meningkatkan kembali daya kerja sehingga meningkatkan prestasi anak. Hubungan waktu luang dengan prestasi adalah pada fungsinya yang mengembalikan daya kerja sehingga memulihkan daya produksi kembali. Bila terdapat pengisian waktu luang, maka kelelahan dan kebosanan anak akan hilang. Waktu luang pun yang diisi dengan istirahat atau dengan adanya hiburan dapat membuat kepuasan yang mengakibatkan peningkatan prestasi anak.

0   Menambah konsumsi sehingga meningkatkan lapangan kerja. Hubungan waktu luang dengan peningkatan konsumsi dan peningkatan lapangan kerja adalah pada hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari pengisian waktu dengan menggunakan fasilitas – fasilitas yang ada sehingga sarana tersebut harus diproduksi. Pengisian waktu luang dapat dilakukan dengan memanfaatkan hiburan – hiburan yang ada dengan hiburan aktif seperti olahraga dan dengan hiburan pasif seperti televisi atau video game. Fasilitas yang ada dari televisi misalnya, dapat menimbulkan lapangan kerja baru karena adanya acara – acara hiburan yang semakin banyak dibuat untuk pengisian waktu luang. Semakin banyak anak menggunakan fasilitas dalam mengisi waktu luang, maka semakin banyak pula lapangan kerja yang akan dibentuk untuk membuat fasilitas – fasilitas tersebut.

0   Mengurangi kriminalitas dan kenakalan. Hubungan waktu luang dengan kejahatan adalah karena apabila pengisian waktu luang dengan kegiatan positif, maka akan menghilangkan kegiatan – kegiatan negatif dan kenakalan. Waktu luang yang terbatas akan cenderung diisi dengan kegiatan – kegiatan yang tidak berarti yang bersifat aktif maupun pasif yang dapat merusak moral dan terlebihnya dapat meningkatkan kriminalitas. Oleh karena itu, pengisian waktu luang sebaiknya dengan melakukan kegiatan – kegiatan positif yang terarah yang dapat mengakibatkan kesibukan pada waktu luang tersebut. Dengan pengisian waktu luang maka anak akan memiliki kesibukan sendiri dan akan fokus terhadap kegiatannya sehingga tidak akan terjadi kenakalan anak – anak.

0   Meningkatkan kehidupan masyarakat. Hubungan waktu luang dengan peningkatan mutu bermasyarakat adalah pada perkembangan yang akan terjadi pada masyarakat tersebut. Berbagai kegiatan sosial atau hiburan seperti rekreasi yang dilakukan secara kelompok utnuk mengisi waktu luang dapat meningkatkan hubungan antar pribadi dan solidaritas antar anggota maupun antar kelompok. Dengan demikian, kegiatan sosial yang ada di masyarakat dapat meningkatkan perkembangan manusiawi dan keterkaitan antar anggota masyarakat tersebut.

Bimbingan pengisian waktu luang sangat bermanfaat dalam ruang lingkup sosial karena dengan adanya bimbingan dalam pengisian waktu luang tersebut, pelaku dan anggota sosial disekitarnya karena berfungsi untuk meningkatkan kembali daya kerja sehingga meningkatkan prestasi anak, menambah konsumsi sarana yang digunakan dalam pengisian waktu luang sehingga meningkatkan lapangan kerja, mengurangi kriminalitas dan kenakalan yang dapat terjadi akibat dari kegiatan negatif yang dilakukan dalam waktu luang, meningkatkan kehidupan masyarakat yang mengisi kegiatan sosial dalam waktu luang.

Selasa, 03 Mei 2011

Testimoni terhadap perkuliahan 3 Mei 2011 "Paedagogi"

Diawal perkuliahan, bu dina memberikan instruksi kepada kami agar berkumpul di sisi belakaang ruangan.  Kami semua disuruh  membentuk lingkaran.
Bu dina menyuruh kami mendegarkan lagu becak yang dari awal telah dihidupkan kemudian kami  disuruh mengikuti gerakan yang diperagakan bu dina. Gerakan dasar seperti tarian ataupun aerobik yang sesuai dengan rentakan nada lagu becak tersebut.                                                            
Kemudian dengan mengikuti peragaan bu dina, kami menari bersama – sama. Setelah itu bu dina menyuruh kami membagi menjadi dua kelompok berdasarkan nomor hitung kami dan masing – masing membuat lingkaran baru yang lebih kecil.                                                                   
Kali ini bu dina menghidupkan lagi lagunya dan membiarkan kami menari tanpa peragaan dari bu dina, pada masing – masing lingkaran dipastikan ada seorang sebagai komandonya. Kami lakukan hingaa dua kali pengulangan lagunya. Setelah selesai, kami kembali ke tempat duduk masing – masing.

Kesan saya terhadap pembukaan awal perkuliahan ini. Pertama, dari lagunya saja sudah mengingatkan ke masa anak – anak dulu yang berkaitan dengan materi perkuliahan hari ini, yaitu paedagogi. Kedua, tarian yang saya lakukan bersama – sama teman yang lain membuat saya fun dan lebih bersemangat, menjadi lebih relaks dan pastinya suasana tidak tegang (kaku). Ketiga, dalam hal ini dapat mengajarkan kami untuk mengikuti dan melakukan instruksi yang diberikan agar kami mendapatkan tujuan yang diinginkan, yaitu gerakan tarian secara bersama – sama, apabila kami tidak mengikuti instruksi untuk menari sesuai irama tidak akan terjadi kekompakan. Keempat, dapat membuat kami mau saling bekerja sama  sehingga akan terjadi kekompakan dalam bergerak bersama – sama.  

Senin, 02 Mei 2011

Suasana belajar seperti apakah yang dapat mendorong peserta didik orang dewasa termotivasi untuk belajar?


Agar dapat menciptakan motivasi peserta didik dalam belajar, maka pendidik harus dapat menciptakan suasaba belajar yang positif. Mungkin para peserta didik yang telah dewasa mempunyai pengalaman belajar yang tidak menyenangkan selama sekolah, atau mungkin kembali menjadi pelajar yang pasif seperti waktu masih anak – anak. Karena itu perlu diperhitungkan ciri – ciri peserta didik orang dewasa yang memiliki pengalaman saat masih anak – anak dulu dan hendaknya mendorong mereka untuk tidak bergantung pada orang lain, berorientasi pada aplikasi, dan mengenali adanya perbedaan individual. Pendidik hendaknya memberikan asosiasi kepada peserta didik orang dewasa, bahwa apa yang mereka pelajari dan mereka terapkan sebagian besar adalah tanggung jawab mereka, dan bahwa kekuasaan untuk mengharuskan mereka belajar ada di tangan mereka.                                                                               
Agar tercipta suasana belajar yang beorientasi manusia dewasa, paling tidak dalam mengajar pendidik dapat menyadarkan bahwa nantinya peserta didik akan mempraktekkan hal – hal yang dipelajari dalam kehidupan nyata, mengakui terus terang sejak dari permulaan, bahwa suksesnya program pendidikan ini adalah hasil kerjasama peserta dan pengajar, menciptakan suasana pemecahan masalah orang dewasa di dalam kelas, bersikap empati dengan menunjukkan bahwa pengajar memahami situasi perasaan dan kebutuhan para peserta didik, serta dapat menggugah argumentasi peserta, tetapi setelah pendidik dapat bersikap empati dan menghormati peserta didik orang dewasa.   

Selain suasana belajar, yang perlu diperhatikan agar memelihara motivasi belajar adalah materi pelajaran, format pelajaran, urutan pelajaran, sikap, pandangan dan prioritas terhadap pelajaran. Dengan begitu, dapat mendorong keinginan peserta didik untuk belajar dan menerapkan hasil belajarnya.                                       
Materi pelajaran hendaknya sebagai sumber motivasi dan sebaiknya bersifat menarik, atau memenuhi rasa ingin tahu, dan memiliki hubungan yang erat dengan penerapan dalam kehidupan nyata. Perlu diperhatikan bahwa ada pebedaan individual dalam kesukaan atau gaya belajar para peserta didik. Jadi dalam menyiapkan pelajaran, sedapat mungkin digunakan format yang beragam untuk menyajikan informasi proses belajar berstruktur. Suasana belajar dan cara pengajaran pendidik memiliki nilai penting Karena usaha apa pun yang dilaksanakan oleh pendidik, akan sia – sia bila peserta didik tidak memanfaatkan atau menerapkan dalam dunia nyata.    

Daftar Pustaka
Sukadji, S. (2000).Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok:Lembaga Pengambangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia